Sementara Komnas Perempuan meminta penegak hukum perlu menyelidiki lebih lanjut atas kemungkinan eksploitasi seksual.

Pelaku kekerasan terhadap anak sudah menghadapi hukuman seumur hidup di Filipina - dan beberapa legislator mengusulkan mengubah undang-undang untuk memperkenalkan hukuman mati.

Penantian 32 tahun korban pemerkosaan beramai-ramai di India mencari keadilan – 'Tangis saya pecah bila teringat satu momen yang menghancurkan hidup saya selamanya'

Son saat ini sedang menjalani hukuman 18 bulan penjara di Korea Selatan dan juga dikenai beberapa tuduhan oleh pihak berwenang di Washington.

Keterangan gambar, Tidak ada proses verifikasi usia atau pendaftaran diperlukan untuk bergabung dalam obrolan video.

Para pelajar tersebut juga tidak mengetahui perbuatan asusila mereka direkam oleh seseorang dari luar kamar di rumah itu.

Pengguna juga bisa mendapatkan poin bila mereka mengirim bahan pornografi anak-anak yang baru ke situs tersebut.

Guru pesantren Aceh dicambuk karena lecehkan santrinya, kedekatan ustad dengan anak 'dianggap biasa'

Hal itu, kata dia, terjadi akibat sistem perlindungan anak yang lemah. Terlepas dari info laporan yang kasus kekerasan yang diterima oleh KPPPA, Arist meyakini angka kekerasan seksual pada anak yang sebenarnya terjadi jauh lebih besar dari itu.

Saat dikonfirmasi berapa lama pendampingan tersebut, Vitriyanti menyebut tergantung dari pemeriksaan lebih lanjut dan lebih dalam.

Pengguna yang membayar bitcoin kemudian mendapatkan poin yang bisa digunakan untuk mengunduh video atau membeli semua online video yang ingin ditonton lewat akun VIP.

Kasus ini viral di media sosial setelah seseorang bernama Alvian Akmal, yang merupakan atasan dari ayah korban, mengunggahnya di Instagram.

Kapolres Buleleng AKBP Andrian Pramudianto mengatakan, dugaan awal, kasus ini bermula saat seorang pelajar laki-laki mengajak anak perempuan untuk berhubungan read more seksual. Anak perempuan tersebut pun setuju dengan syarat dibayar.

Keterangan gambar, "Penurunan angka terjadi di semua jenis kekerasan karena akses terhadap layanan yang terbatas, korban juga mobilitasnya terbatas dan terperangkap di dalam rumah," demikian menurut Komnas Perempuan